Inilah 1812: Hilangnya Peradaban Tambora


Kalian yang rajin mengikuti artikel 2 yang pernah akau muat di blog ini saya yakin kalian masih ingat dengan sejarah peradaban peradaban yang sanggup dibilang uda maju mendadak musnah lantaran bencana. Banyak lantaran sebuah peradaban maju lenyap, beberapa peradaban di belahan dunia musnah lantaran penyakit menular black death diEropa, banjir bandang menyerupai dongeng nabi nuh, air bah , letusan gunung berapi menyerupai dongeng gunung vesuvius Italia, dongeng sosom dan gomora atau mungkin peradaban yang ga tau penyebabnya mengapa mereka musnah seperi peradaban Maya atau inca di amerika latin. beberapa peradaban menyerupai diatas juga di sampaikan dalam kita suci Alquran, maupun kitab suci lainnya. nah untuk kali ini saya mencoba membahas kejadian dari dalam negeri tercinta ini, hilangnya peradaban Tambora. awalya saya memang terperangah kalo di indonesia juga mempunyai catatan bersejarah akan sebuah peradaban yang musah lantaran bencana.

seperti halnya gunung krakatao, dongeng letusan gunung tambora merupakan salah satu kejadian dahsyat yang mempunyai dampak besar terhadap prubahan dunia, perubahan iklim global, budaya, ekonomi, juga menyebabkan final hidup hingga tidak kurang dari 71.000 orang dengan 11.000—12.000 di antaranya terbunuh secara pribadi jawaban dari letusan tersebut., salah satu yang paling fenomenal yaitu kejadian tahun tanpa demam isu panas, Akibat perubahan iklim yang drastis ini, banyak panen yang gagal dan final hidup ternak di Belahan Utara yang menyebabkan terjadinya kelaparan terburuk pada periode ke-19.

Gunung Tambora terletak di pulau Sumbawa yang merupakan pecahan dari kepulauan Nusa Tenggara. Gunung ini ialah pecahan dari busur Sunda, tali dari kepulauan vulkanik yang membentuk rantai selatan kepulauan Indonesia. Tambora membentuk semenanjungnya sendiri di pulau Sumbawa yang disebut semenanjung Sanggar. Di sisi utara semenanjung tersebut, terdapat bahari Flores, dan di sebelah selatan terdapat teluk Saleh dengan panjang 86 km dan lebar 36 km. Pada lisan teluk Saleh, terdapat pulau kecil yang disebut Mojo.

Dengan memakai teknik penanggalan radiokarbon, dinyatakan bahwa gunung Tambora telah meletus tiga kali sebelum letusan tahun 1815, tetapi besarnya letusan tidak diketahui.Perkiraan tanggal letusannya ialah tahun 3910 SM ± 200 tahun, 3050 SM dan 740 ± 150 tahun

Pada tahun 1812, gunung Tambora menjadi lebih aktif, dengan puncak letusannya terjadi pada bulan April tahun 1815.[14] Besar letusan ini masuk ke dalam skala tujuh Volcanic Explosivity Index (VEI), dengan jumlah semburan tefrit sebesar 1.6 × 1011 meter kubik. Karakteristik letusannya termasuk letusan di lubang utama, pedoman piroklastik, korban jiwa, kerusakan tanah dan lahan, tsunami dan runtuhnya kaldera. Letusan ketiga ini mempengaruhi iklim global dalam waktu yang lama. Aktivitas Tambora sesudah letusan tersebut gres berhenti pada tanggal 15 Juli 1815.[14] Aktivitas selanjutnya lalu terjadi pada bulan Agustus tahun 1819 dengan adanya letusan-letusan kecil dengan api dan bunyi gemuruh disertai gempa susulan yang dianggap sebagai pecahan dari letusan tahun 1815.[4] Letusan ini masuk dalam skala kedua pada skala VEI. Sekitar tahun 1880 ± 30 tahun, Tambora kembali meletus, tetapi hanya di dalam kaldera. Letusan ini menciptakan pedoman lava kecil dan ekstrusi kubah lava, yang lalu membentuk kawah gres berjulukan Doro Api Toi di dalam kaldera.

Pada tahun 1812, kaldera gunung Tambora mulai bergemuruh dan menghasilkan awan hitam. Pada tanggal 5 April 1815, erupsi terjadi, diikuti dengan bunyi guruh yang terdengar di Makassar, Sulawesi (380 km dari gunung Tambora), Batavia (kini Jakarta) di pulau Jawa (1.260 km dari gunung Tambora), dan Ternate di Maluku (1400 km dari gunung Tambora). Suara guruh ini terdengar hingga ke pulau Sumatera pada tanggal 10-11 April 1815 (lebih dari 2.600 km dari gunung Tambora) yang awalnya dianggap sebagai bunyi tembakan senapan. Pada pagi hari tanggal 6 April 1815, debu vulkanik mulai jatuh di Jawa Timur dengan bunyi guruh terdengar hingga tanggal 10 April 1815.

Letusan pertama terdengar di pulau ini pada sore hari tanggal 5 April, mereka menyadarinya setiap seperempat jam, dan terus berlanjut dengan jarak waktu hingga hari selanjutnya. Suaranya, pada teladan pertama, hampir dianggap bunyi meriam; sangat banyak sehingga sebuah detasemen tentara bergerak dari Djocjocarta, dengan asumsi bahwa pos terdekat diserang, dan sepanjang pesisir, perahu-perahu dikirimkan pada dua kesempatan dalam pencarian sebuah kapal yang semestinya berada dalam keadaan darurat.

Laporan Thomas Stamford Raffles.
Letusan tersebut masuk dalam skala tujuh pada skala Volcanic Explosivity Index. Letusan ini empat kali lebih besar lengan berkuasa daripada letusan gunung Krakatau tahun 1883. Diperkirakan 100 km³ piroklastik trakiandesit dikeluarkan, dengan asumsi massa 1,4×1014 kg.Hal ini meninggalkan kaldera dengan ukuran 6-7 km dan kedalaman 600-700 m. Massa jenis debu yang jatuh di Makassar sebesar 636 kg/m². Sebelum letusan, gunung Tambora mempunyai ketinggian kira-kira 4.300 m, salah satu puncak tertinggi di Indonesia. Setelah letusan, tinggi gunung ini hanya setinggi 2.851 m.

Letusan Tambora tahun 1815 ialah letusan terbesar di sejarah indonesia.Letusan gunung ini terdengar sejauh 2.600 km, dan debu jatuh setidaknya sejauh 1.300 km. Kegelapan terlihat sejauh 600 km dari puncak gunung selama lebih dari dua hari. Aliran piroklastik menyebar setidaknya 20 km dari puncak.


Sekarang
tahun 2004, tim dari Universitas Rhode Island, Universitas North Carolina di Wilmington, dan direktorat vulkanologi Indonesia, dipimpin oleh Haraldur Sigurdsson, memulai sebuah penggalian arkeologi di gunung Tambora.[6] Setelah enam minggu, tim tersebut menggali bukti adanya kebudayaan yang hilang yang musnah lantaran letusan gunung Tambora. Situs tersebut terletak 25 km sebelah barat kaldera, di dalam hutam, 5 km dari pantai. Tim tersebut harus melewati endapan watu apung vulkanik dan debu dengan tebal 3 m.

Tim tersebut memakai radar penembus tanah untuk mencari lokasi rumah kecil yang terkubur. Mereka menggali kembali rumah dan mereka menemukan sisa dua orang dewasa, dan juga mangkuk perunggu, peralatan besi dan artifak lainnya. Desain dan dekorasi artifak mempunyai kesamaan dengan artifak dari Vietnam dan Kamboja.[6] Uji coba dilakukan memakai teknik karbonisasi memperjelas bahwa mereka terbentuk dari pensil arang yang dibuat oleh panas magma. Semua orang, ruamh dan kebudayaan dibiarkan menyerupai ketika mereka berada tahun 1815. Sigurdsson menyebut kebudayaan ini sebagai Pompeii dari timur. Berdasarkan artifak yang ditemukan, yang lebih banyak didominasi benda perunggu, tim menyatakan bahwa orang-orang tersebut tidak miskin. Bukti sejarah menerangkan bahwa orang di pulau Sumbawa populer di Hindia Timur untuk madu, kuda, kayu sepang (caesalpinia sappan), memproduksi dye merah, dan cendana yang dipakai untuk dupa dan pengobatan.Daerah ini diketahui produktif dalam bidang pertanian.

Penemua arkeologi memperjelas bahwa terdapat kebudayaan yang hancur lantaran letusan tahun 1815. Sebutan Kerajaan Tambora yang hilang disebut oleh media. Dengan inovasi ini, Sigurdsson bermaksud untuk kembali ke Tambora tahun 2007 untuk mencari sisa desa, dan berharap sanggup menemukan istana.


btw, berhubung kejadiannya usang banget n lum ada foto digital, saya ga sanggup nemukan image yang cocok..

sumber: wikipedia

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar, tapi jangan ngiklan ya, kecuali berbagi link blog tidak apa-apa...

Daftar Isi

http://inilah-yangkutahu.blogspot.com$134.5$134.5How much is yours?

close
Banner iklan   disini